Jum’at, 28 Maret 2014 pukul 14.45
seperti biasa aku mengisi ekskul Penulis Cilik di SDIT Ukhuwah Banjarmasin.
Sebelumnya aku membaca ulang tulisan anak-anak yang memang setiap pekan kutagih
kepada mereka untuk mengumpulkannya. Sementara di kelas, aku lebih banyak
mendengar celoteh anak-anak. Kadang mereka bercerita tentang serunya hari-hari
mereka di sekolah, ada juga yang menyampaikan tantangan-tantangan yang mereka
hadapi selama proses menulis. Ada yang malas karena sudah kadung capek dengan
tugas sekolah, ada yang kesulitan mengembangkan ide, ada juga yang kesulitan
menulis karena tidak mendapat pinjaman laptop dari orangtuanya. ^_^
Bosan. Ya, itu kadang kurasakan
dalam aktifitas ini. Tak dipungkiri bahwa sesekali aku pun menemui anak-anak
yang asyik sendiri dengan aktifitasnya masing-masing. Ada yang mengusili
temannya, ada yang coret-coret papan tulis, ada juga yang tetap asyik menulis
cerita di tengah gangguan teman-temannya yang berrebut ingin membaca tulisannya
yang belum selesai. Ah, dunia anak-anak memang unik dan sangat menyenangkan
pastinya. Kali ini aku berpikir keras bagaimana caranya membuat anak-anak bisa
kembali fokus pada ekskul penulis cilik ini. Akhirnya aku memilih memotong
kertas menjadi beberapa bagian kecil lalu pada masing-masing potongan kertas
itu kutuliskan satu kata yang berbeda-beda pada tiap kertasnya. Tujuannya, aku
ingin kembali mengembangkan imajinasi anak-anak dengan satu kata yang mereka
temukan.
Jam 14.45 aku tiba di SDIT Ukhuwah.
Setelah memarkir motor dan melepas jaket yang basah kuyup pasca kehujanan, aku
segera menuju kantor guru untuk membubuhkan tandatanganku pada daftar hadir
pelatih ekskul dan mengambil daftar hadir peserta ekskul penulis cilik.
Kemudian aku langsung menuju ruang kelas 1C tempat di mana aku dan anak-anak
berkumpul untuk merangkai cerita. Di sana, 7 orang anak sudah menungguku dengan
setia. Hanya 7 orang? Harusnya mereka bersepuluh, tapi yang tiga absen. Pada
awal ekskul, jumlah peserta mencapai 18 orang. Tetapi aku gagal merangkul dan
membuat mereka menyenangi aktifitas menulis. Akhirnya mereka pun berbaur dengan
ekskul lain seperti Puisi, Drumband, Drama, Sains dan lainnya. Begitu memasuki
ruang ekskul, aku langsung disambut dengan beberapa karya tulisan anak-anak
yang aku tugaskan sebelumnya. Ada juga yang menyambutku dengan berbagai cerita
dan pengalamannya baik di rumah maupun di sekolah selama satu pekan ini.
Kemudian kami menyatu dalam satu lingkaran dan aku pun mengeluarkan beberapa
gulungan kertas kecil yang sudah aku persiapkan dan disambut antusias oleh mereka.
Tak perlu menjelaskan panjang lebar mereka sudah mengerti maksudku. Ya, mereka
diharuskan menulis cerita dengan kata kunci yang ada pada kertas di tangan
mereka masing-masing. Ada yang menyambut girang karena langsung menemukan ide,
ada juga yang cemas karena bingung apa yang harus dituliskan. Dan aku tetap
percaya bahwa mereka pasti bisa menyelesaikan tulisannya dengan baik. Dalam
sekejap anak-anak itu langsung berbaur mencari posisi yang nyaman untuk
menulis.
Waktu sudah menunjukkan pukul
14.40. Ini lebih lama dari biasanya. Harusnya ekskul sudah selesai pukul 14.30,
tapi kali ini anak-anak tetap kekeuh ingin menyelesaikan cerita mereka. Athaya
yang mendapat kata “meja” untuk tema tulisannya, mengumpulkan tulisan lebih
cepat dari teman-temannya. Padahal di awal anak ini merengek minta ganti tema karena
tak tau apa yang harus dilakukannya dengan “meja” tersebut. Pengumpulan karya
disusul oleh Alin yang terlambat masuk ke ruang ekskul dan mendapat “langit”
untuk 2 tulisannya. Lalu Hana, si ceriwis yang konyol dan lucu berhasil
menyelesaikan ceritanya tentang “pohon” dengan ide yang “wah”. Anak ini
imajinasinya memang cukup “unik” dibanding yang lainnya. Kemudian menyusul
Rojwaa mengumpulkan tulisannya tentang “taman”, lalu Lu’lu dengan “awan”nya,
Aisy dengan “guru”nya dan terakhir Salma dengan “anak-anak”nya. Hasilnya,
inilah tulisan-tulisan istimewa karya Penulis Cilik SDIT Ukhuwah Banjarmasin,
1.
“Meja Unguku” Karya : Athaya Widya F.
Dulu, aku mempunyai sebuah meja hijau mint yang diberi oleh nenekku.
Biasanya aku memakainya untuk belajar. Tapi, meja kesayanganku itu sudah hilang
dicuri maling. Mengingat itu, aku kesal luar biasa! L L
Suatu pagi….
“Chaca, Ayah dan Bunda membelikanmu sebuah meja,” ujar ayah dan bunda
sembari menunjukkan sebuah meja berwarna ungu dengan glitter berwarna gold.
“Makasih, Ayah, Bunda!” ujarku girang sambil menghampiri meja unguku.
Meja itu sangat bagus dengan ukiran nama “Chaca” di pojok kanannya.
“Chaca…!” panggil Vita dari luar rumah. Aku menghampiri Vita.
“Belajar, yuk?” ajak Vita sambil mengemut lollipop. Aku menyambut ajakan
Vita dengan senang. Aku pun berbagi setengah bagian meja baruku.
“Bagus amat!” puji Vita sambil mengelus mejaku.
“Makasih, Vit,” aku tertawa sambil menyodorkan setoples biskuit. Vita
menerimanya dan segera mengunyahnya.
Aku memandangi meja baruku, “Makasih, Bunda, Ayah, dan Nenek karena sudah memberikan aku sebuah meja yang sangat bermanfaat. I love you…,” batinku tersenyum senang. ()
Aku memandangi meja baruku, “Makasih, Bunda, Ayah, dan Nenek karena sudah memberikan aku sebuah meja yang sangat bermanfaat. I love you…,” batinku tersenyum senang. ()
2.
“Langit” (1) Karya : Alin Farihana
Nani merasa bosan karena sudah satu minggu langit selalu mendung. Nani
berangkat sekolah dengan diantar ayahnya
karena hari hujan.
“Hujan, hujan, hujan. Lagi-lagi hujan,” gumam Nani.
Hari berlalu, akhirnya langit menjadi cerah.
“Hore… hujan berhenti!”. ()
“Hore… hujan berhenti!”. ()
“Langit” (2) Karya : Alin Farihana
Pipit adalah seekor burung kecil yang belum bisa terbang. Pipit memiliki
2 kakak dan seorang ibu.
Pada suatu hari, “Pipit, ayo terbang supaya cepat bisa terbang!” ajak
ibu.
“Baiklah, Bu,” sahut Pipit.
Pipit dengan susah payah belajar terbang namun selalu gagal. Kedua
kakaknya selalu mengejek Pipit karena tidak bisa terbang. Pipit selalu berlatih
dengan tekun setiap hari agar pandai terbang. Hingga akhirnya bisa terbang di
langit seperti kakak dan ibunya. ()
3.
“Pohon Kenangan yang Ajaib” Karya : Hana D.
Hai, namaku Citra Putri Lestari. Bisa dipanggil Citra. Aku memiliki dua
sahabat, namanya Fiara dan Sintia. Di rumahku halamannya luas sekali, namun
hanya ada 3 pohon cemara yang indah dan anti hantu. Setiap hari jam 3 sore aku,
Fiara, dan Sintia bermain di bawah pohon. Pohon itu selalu menumbuhkan 3 bunga
sakura dengan warna favorit kami masing-masing di setiap pohon. Padahal ini kan
Indonesia, jauh amat bunga sakura ke sini?
Eh, sebenarnya itu pohon ajaib lho! Kami bertiga bekerja sama menanam
bibit pohon itu.
20 tahun telah berlalu. Sejak aku berumur 23 tahun, Fiara dan Sintia
bersekolah di sekolah lain. Suatu hari aku menangis di depan ketiga pohon cemara.
Seketika itu, pohon itu bercahaya dan mengeluarkan 3 orang anak yang memiliki
sayap dan satu pohon mengeluarkan 1 bidadari yang dalam sekejap berubah menjadi
3 kalung kupu-kupu berwarna perak. Kedua sahabatnya muncul dan menggunakan
kalung itu. Sejak saat itu, mereka jadi sahabat sejati, sehidup semati. ()
4.
“Tamanku” Karya : Rojwaa Rizq Syifa
Hai, namaku Syifa. Aku memiliki dua sahabat di sekolah bernama Sinta dan
Sonia. Kami mempunyai kelompok sahabat yang bernama “S3”, artinya Syifa, Sinta,
dan Sonia. Aku memiliki taman di belakang rumahku. Kami bertiga sering janjian
di sana. Pagi itu, aku berangkat sekolah di antar papah. Setelah sampai di
sekolah, aku bertemu Sinta dan Sonia.
“Friends, besok kita janjian di
taman lagi, ya?” ajakku pada dua sahabatku.
“Oke…,” jawab Sinta dan Sonia serempak.
Keesokan harinya aku langsung siap-siap karena sebentar lagi datang.
Ting… tong… Bel rumahku
berbunyi. Bibi segera membukakan pintu.
“Syifa, teman-temannya nih!” panggil bibi.
Aku segera turun ke lantai satu dan mengajak Sinta dan Sonia ke taman
belakang. Begitu sampai di taman, kami bermain bersama. Sonia terjatuh saat
bermain, aku dan Sinta segera membantunya untuk berdiri. Kami tertawa bersama.
Inilah pengalaman terbaikku. ()
5.
“Awan itu Mengingatkanku!” Karya : Lu’lu
Mardhiyah
Malam hari di rumah Silvia….
“Ayah, aku tidur duluan, ya?” Silvia pamit pada ayahnya.
“Iya, saying. Selamat tidur!” kata ayah lembut.
Sivia pun menuju kamar tidurnya dan mengambil buku cerita yang berjudul, “
Semiliar Cinta untuk Ibu”. Buku itu dibacanya hingga tertidur lelap.
Silvia bermimpi melihat awan yang berbentuk ibunya. Di dalam mimpinya ibu
berkata, “Silvia, Silvia harus jadi anak rajin, sholeh, dan pantang menyerah!”.
Silvia terbangun dan segera
membaca istighfar, “Astaghfirullahal adzim…. Ya Allah, aku ingat ibu,” ujar
Silvia sedih. Silvia menangis karena ingat ibunya yang sudah meninggal dua
tahun yang lalu. Namun tak lama kemudian Silvia pun kembali tidur.
***
Pagi harinya…
“Ada apa? Kok Nangis?” tanya ayah saat di meja makan.
“Ayah, aku ingat Ibu!”
“Nggak apa-apa, Sayang. Sabar ya!”
“Tapi aku kangen!”
“Sudah, nggak apa-apa. Ayo makan!” bujuk ayah.
Setelah selesai makan. Silvia pergi ke kamar dan melihat awan.
“Awan, kamu ini nakal! Kamu sudah bikin aku sedih tau! Heh! Tapi karena
itu aku jadi mengerti maksud semua ini!” ucap Silvia penuh semangat.
Malam harinya, ibu kembali mendatangio Silvia dalam mimpinya dan menyampaikan
bahwa ia bangga sekali pada Silvia. ()
6.
“Guru Terbaikku” Karya Nur Aisyah Rahmi Suaida
Saat perpisahan kenaikan kelas, semua anak kelas 3b menangis. Sebelum
perpisahan, mereka bertukaran kado.
Oh iya, perkenalkan namaku Candy Safira, cukup dipanggil Safira. Aku
memiliki seorang guru yang aku idolakan. Namanya adalah Ustadzah Wida, dia
adalah wali kelasku.
Sayang Ustadzah Wida akan pindah ke Jawa, tempat kelahiran beliau. Aku
ingin sekali Ustadzah Wida tetap memberikan ilmu kepadaku dan teman-temanku.
Sayang tidak bisa. Aku ingin menjadi guru seperti Ustadzah Wida. Aku selalu
mengingat Ustadzah Wida walaupun aku jauh darinya. Kalau sedang kangen, aku
selalu memandangi albumku dan Ustadzah Wida.()
7.
“Metamorfosis Sikap Diri Anak” Karya Salma
Fathinah
“Kya…!” Fanya menjerit ketakutan. Dia melihat seekor ular panjang.
“Hahaha… takut dengan ular!” tawa Doni, anak laki-laki yang usil.
“Aaaargh… Doni! Awas aja elu ya!” Fanya menahan amarah sementara Doni
pergi begitu saja tanpa kata maaf.
“Awas ya!” batin Fanya.
“Udah, Fan. Kita pulang aja, yuk,” ajak Tasya, sahabat Fanya.
“Oke,” jawab Fanya masih menyimpan kekesalannya.
***
Esok harinya di rumah Doni…
“Aaaa…. Doni!” Tiara, kakaknya berteriak.
“Haha… rasain tuh!” tawa Doni. Tiara pergi dengan rasa kesal yang besar.
“Ma, Tiara berangkat. Assalamu’alaikum…,” pamit Tiara pada mamanya.
“Wa’alaikumsalam,” sahut mama.
Tiara mengambil sepeda dan mengayuhnya dengan cepat. Sampai di sekolah,
“Eh, Tiara. Doni ngejahilin kamu nggak?” tanya Fanya.
“Iya, gue dikerjain! Eh, aku ada ide. Bagaimana kalau kita balik ngerjain
dia?”
“Eh, benar juga tuh! Aku punya usul. Awalnya kita ajak dia ke taman
bermain yang ada flying fox-nya…”
“Terus… terus?” Tiara penasaran.
“Lalu, kita suruh petugasnya untuk tidak mengasih oli. Kan di Taman Chiara
ada flying fox ajaib? Kita minta
petugasnya melepas pengaman itu ketika di tengah-tengah…”
(bersambung).
Demikian karya-karya unik calon penulis besar. Walaupun agak
membingungkan, setidaknya mereka sudah memulai memainkan tangan mereka untuk
membuat pena mereka menari dengan lincah. Bagaimana dengan kita? ^_~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Syukron sudah meninggalkan pesan di blog ini. ^_^