"Yang baik tidak bisa lepas dari keburukan dan yang buruk tetap punya kemungkinan menjadi baik"

- Masa lalu boleh kelam, namun masa depan tak boleh suram (V_2198)-

Jumat, 25 November 2011

Dalam Genggaman Cinta

Dalam Genggaman Cinta

Oleh : Ervina Rahiem

"Astaghfirullah al-adzim.." aku tersentak di penghujung malam. Ada rasa tak karuan yang mengganggu batinku, detak jantungku berdegup begitu kencang saat ku tersadar akan mimpi yang barusan menyapaku adalah mimpi-mimpi kemarin yang juga hadir menemani malam-malamku belakangan.Segera kuberanjak dari tempat tidur menuju keran air di kamar mandi kamarku, lalu sejenak kemudian aku tersungkup di sajadah biruku. Isak tangis sesegukan menghiasi wajahku yang kian sembab di sujud terakhirku."Ya Allah apa ini? Mengapa semua ini harus terjadi dalam hatiku?" aku sadar semua tanya ini tak sepantasnya ku ungkapkan pada Sang Khalik Maha Pemberi Cinta. Tapi apakah benar semua ini adalah cinta? Ini adalah hal yang pertama kali kurasakan dalam hidupku, ketika aku merindukan seseorang sontak akupun rindu untuk bersua dengan Rabb ku."Ya Allah, betapa hinanya hamba-Mu ini, tidakkah cintaku kepadanya telah melebihi cintaku yang seharusnya hanya kepada-Mu, ataukah cintaku padanya yang justru telah membawaku untuk kembali kepada-Mu dan meraih cinta-Mu yang telah lama ku lupakan. Ampuni hamba Ya Rabb.. hamba malu dengan perasaan ini." Tetes demi tetes airmata membasahi pipiku hingga tanpa sadar menggoyahkan pertahanan bathinku yang kian bergejolak, di penghujung malam aku menangis sejadi-jadinya di sajadah biruku.
Dia, beberapa bulan yang aku mengenalnya di dunia maya. Entah kenapa keakraban yang terjalin begitu saja sungguh mengena di hatiku. Darinya aku mulai belajar membenahi diri untuk menemukan kesejatian. Segala permasalahan selalu kucoba sharing kan dengannya dan nasihat-nasihatnya yang sederhana perlahan menuntunku ke jalan Rabbku. Aku tersentuh dengan persahabatan yang tak nampak ini, hingga tanpa kusadari aku selalu memperhatikan setiap statusnya meski tak selalu mengomentari setiap tautannya. Tanpa sadar aku mulai merindukannya dan di setiap saat selalu memikirkannya. Dulu, saat aku mulai menyukai seseorang maka aku akan mencoba untuk mendekatinya dan tanpa segan akupun menunjukkan perhatianku padanya. Tapi kali ini, aku sama sekali tak mampu untuk melakukan hal itu. Aku hanya mampu mengadu pada Pemilik-Nya agar dia yang selalu mengganggu hatiku dijaga dalam Rahmat dan Lindungan-Nya. Benar-benar sebuah cinta yang tidak aku fahami.Dia begitu sederhana dan bersahaja, aku sadar kepribadian itulah yang menjadikan hatiku tak tenang di hari-hari belakang. Mimpi-mimpi tentangnya selalu membangunkanku di penghujung malam dan menuntun hatiku untuk melangkah keperaduan Rabb-ku yang selalu menatap hamba-Nya dikesunyian malam yang suci itu. Seusai puas mengadu pada Sang Pencerah Hidupku, aku pun melantunkan ayat-ayat sucinya di keheningan. Setelah merasa cukup tenang, aku kembali ke pembaringan untuk menjemput kembali lamunan-lamunan indahku tentang dirinya. "H A F I Z I" perlahan-lahan tanganku melayang di udara, merangkai huruf demi huruf hingga membentuk sebuah nama "Hafizi" seketika seulas senyum tersungging di bibirku."Ya Allah, apakah sebenarnya keistimewaan laki-laki itu hingga membuatku menjadi lemah seperti ini?" sebuah tanya yang tak pernah kutemukan jawabnya."Di penghung malam, dikamar sepi..Aku bersujud dikaki IllahiKepada-Nya kupasrahkan hatiKepada-nya kutitipkan cinta iniSemoga yang dicinta mengerti dan memahamiBetapa hati ini begitu merindui"Sebait gubahan puisi indah kukirimkan ke kontak seseorang tanpa sadar, padahal tadinya aku hanya ingin menyimpan puisi itu di folder hapeku, sontak wajahku memerah begitu laporan berita terkirim masuk ke kotak pesan. Seiring dengan itu ku buka pesan lain yang mengiringi laporan terkirim barusan."Waw, indah sekali kata-katanya... belum tidur ya?" Hafizi membalas pesanku dengan segera, rupanya di tengah keheningan malam ini dia masih terjaga."Iya, barusan terjaga kak, kakak sendiri belum tidur?" tanyaku balik."Barusan sholat tahajud, kamu sendiri ngapain malam-malam begini ga tidur?""Hehe, lagi galau kak""Sholat gih, biar lebih tenang""Alhamdulillah sudah... tapi masih saja ada perasaan yang mengganggu," ucapku lirih. Aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang aku alami, jauh di dalam lubuk hatiku betapa ku ingin dia tau tentang perasaan yang menggangguku kini, tapi akupun takut, takut jika perasaan ini hanya sesaat, bahkan takut jika dia tau dan ternyata tak memiliki rasa yang sama lalu menjauh dariku sementara aku masih membutuhkannya."Wah, galau tingkat akut sepertinya ini. Banyak-banyak berdoa saja dik, ngaji juga kalo bisa," balasnya kemudian."Iya kak, Insya Allah selalu dicoba. By the way saya ngantuk kak, boleh kan tidur lagi?""Haha, mau tidur kok minta izin. Silakan dik, semoga tenang tidurnya malam ini. Mimpi indah ya" ucapnya sedikit melambungkan anganku."Doakan saja mimpi indahnya malam ini adalah ketemu kakak. Hehe," candaku."Hehe, aya-aya wae nih si adik. Udah tidur sana, tar kesiangan loh," balasnya dengan menirukan logat Bandung."Hehe, iya. Kakak juga istirahat ya. Assalamu 'alaikum.""Sip.. Wa'alaikum salam."Obrolan via sms itu berakhir sering berakhirnya desah nafasku di alam sadar karena telah berpindah ke alam mimpi yang begitu indah dan menyimpan sejuta misteri.***Selang beberapa jam, sang fajar menjemputku kembali ke alam nyata di tengah sayup-sayup suara adzan subuh yang mengalun merdu, di antara desiran angin dingin mencekam berselimut embun. Aku segera beranjak dari alam mimpiku. Setelah sukses menguasai alam sadarku, akupun beranjak mengambil air wudhu. Di sujud terakhir ku panjatkan doa untuk kedua orangtua yang senantiasa menyayangiku, memohonkan ampun atas segala dosa-dosa mereka dan memohon ampun atas segala khilafku di hadapan Sang Raja Alam Semesta. Usai mengucap salam, lagi-lagi wajah itu kembali muncul di keindahan khayalku. Aku tersenyum menikmati bayangan keindahan itu."Subhanallah, Ya Allah.. andai Engkau berkenan mengizinkan dia untuk menjadi imamku" tiba-tiba sebuah doa meluncur begitu saja dari bibirku"Astagfirullah al-adzim" segera ku memohon ampun tersadar bahwa harapanku telah terlalu jauh memenuhi pikiranku."Ampuni hamba Ya Allah, tak sepantasnya rasa ini mengalir begitu jauh di hati hamba yang masih belum mampu untuk meraih cinta-Mu. Walaupun kesakitan ini terus hadir di setiap malam hamba karena selalu saja memikirkannya. Ya Allah, sepenuhnya jiwa dan raganya ada dalam genggaman-Mu, maka kumohon jagalah dia dalam cinta-Mu. Hamba sadar, hamba yang hina tak sepantasnya meminta dia kepada-Mu untuk hati hamba. Maka izinkanlah hamba untuk selalu melihat kebahagiaannya, jagalah dia dijalan-Mu dan kendalikanlah perasaan hamba agar tak terlalu dalam jatuh cinta padanya" Hanya sebait doa itu yang mampu ku panjatkan dalam kerinduanku. Aku tak berani terlalu banyak berharap tentangnya, maka biarlah perasaan ini ku pasrahkan pada-Nya. Cukup bisa bersahabat dengannya saja aku sudah merasa begitu senang.***Akhirnya, mentari datang mengantarkan kehangatannya. Ku sambut sinar kelembutannya di balik tirai jendela kamarku sembari membereskan segala perlengkapan yang biasa menemaniku ke kampus.Tretet..tetet...Hapeku bergetar diatas meja belajarku, segera kuraih benda mungil yang jika tak ada sms masuk hampir saja ketinggalan itu."Assalamu'alaikum,, selamat pagi dik. Ini mau mengabarkan, dua minggu ke depan ada seminar menulis nasional, HTMnya 20 ribu. Mau ikutan enggak?" aku tersenyum sejenak membaca pesan singkat tersebut. Bukan karena isi pesannya, Ya, apalagi kalau bukan karena si pengirimnya, siapa lagi kalo bukan Hafizi. Menambah daftar semangatku dipagi yang cerah ini."Wa'alaikum salam, oh ya.. asyik tuh, daftarin dulu ya nanti uangnya saya ganti, hehe." "Benar?? Oke deh, kakak daftarin ya.""Sip, makasih ya kak." Bukan main senangnya aku, akhirnya akan ada kesempatan juga untukku bertatap muka langsung dengannya. Selama ini hanya kenal di dunia maya, lalu kemudian jadi akrab via sms. Jadi enggak sabar nunggu dua minggu lagi.Dengan semangat baru ku langkahkan kaki menuju kampus tercinta, bayang-bayang ujian tengah semester yang sejak kemarin menghantui sudah lenyap entah kemana. Tak disangka, bayangan Hafizi sudah menyihirku sejauh ini padahal sekalipun aku belum pernah bertemu dengannya.***Pagi ini... pagi yang telah ku nanti-nantikan sejak dua minggu kebelakang. Ya, pagi minggu di mana acara seminar menulis nasional diadakan, akupun melangkahkan kaki dengan semangat menuju tempat acara. Perjalanan yang ku tempuh dengan waktu kurang lebih satu jam terasa begitu tak berarti mengingat aku akan segera bersua dengan seseorang yang selama ini kurindukan."Astaghfirullah al-adzim, aku ini mau mencari ilmu atau melepas rindu sih?" gumamku dalam hati sembari senyum-senyum sendiri."Dik, udah dimana? Ga lupa ma kegiatan hari ini kan?" Sms Hafizi masuk di tengah perjalananku."Ini sudah masuk parkiran, kakak di mana?" balasku setelah memarkir motorku."Sudah standby dari tadi, kamu yang barusan datang itu ya? yang pakai baju biru bukan?""Kok tau sih kak, emang kakak dimana?" aku celingukan mencari keberadaanya.Diteras aula dia melambaikan tangannya kearahku.Deg..Tiba-tiba saja jantungku seolah berhenti berdetak. Subhanallah senyum itu indah sekali, aku terpesona ketika berada tepat di hadapannya, wajahnya menggambarkan keteduhan, dan matanya memancarkan senyum ketulusan. Sungguh menenangkan sekali saat menatapnya."Assalamu'alaikum dik, apa kabarnya nih?" sapanya menyadarkanku seraya menangkupkan tangan di dadanya."Eh, wa'alaikum salam, alhamdulillah baik kak, senang akhirnya bisa bertemu juga," jawabku sambil menangkupkan tangan juga."Yuk, langsung masuk saja. Sebentar lagi acara dimulai," ajaknya kemudian tanpa panjang lebar. Akupun segera mengikuti langkahnya masuk ke ruangan sederhana itu lalu kemudian mengambil tempat duduk di barisan kedua dari depan, sementara Hafizi bergabung dengan panitia pelaksana kegiatan lainnya."Assalamu'alaikum... Kak Afifah ya?" sapa seseorang yang baru saja duduk di bangku sebelahku."Wa'alaikum salam... Nadira ya?" jawabku sembari mengingat-ingat. Nadira adalah salah satu teman mayaku, temannya Hafizi juga, di fesbuk cukup sering juga ngobrol dengannya dan baru hari ini pula mendapat kesempatan untuk bertatap muka secara langsung dengannya."Sudah lama datang kak?""Tidak juga, paling ya sepuluh menitan lah. Sudah ketemu sama kak Hafizi?""Oh sudah, malah dia yang kasih tau tempat duduk kakak disini, ya langsung saja aku samperin hehe."Selang berapa menit kemudian , acara yang sudah ditunggu-tunggu pun dimulai. Dengan seksama para peserta memperhatikan para narasumber menyampaikan materi. Sepanjang jalannya acara, mataku tak lepas dari sosok Hafizi yang selalu membayangiku. Di kejauhan sana, sesekali dia tersenyum ke arahku. Terkadang ada perasaan malu menyeruak saat mata beradu mata, namun hasrat kerinduan tak lagi dapat dipendam.Usai acara, aku keluar meninggalkan ruangan berbarengan dengan Nadira."Kesini dulu," kubaca sms yang masuk dari Hafizi yang rupanya sudah menunggu di selasar aula dipojokkan sebelah kiri. Aku dan Nadira menuju ke arahnya."Gimana? Seru kan?" tanyanya begitu kami sudah berada tepat dua meter di dekatnya."Seru banget, lain kali kalo ada yang beginian kasih tau lagi ya" ucapku semangat."Iya kak, nambah wawasan banget, jadi bisa lebih mengembangkan bakat menulisnya deh. Siapa tau nanti bisa jadi penulis terkenal kaya kak Hafizi, iya gak kak Afifah.. Hehe," cerocos Nadira tak kalah semangat."Betul banget! "jawabku menimpali."Ah, kalian ini bisa saja. Belum juga jadi penulis terkenal, masih baru mau, hehe," sahut Hafizi malu-malu."Ngomong-ngomong, Nadira ini masih sekolah ya?" tanyaku pada Nadira yang memang terlihat lebih muda daripada foto profilnya."Iya kak, masih kelas tiga SMA," jawabnya. Lalu kemudian obrolan hangat pun terjadi di antara kami bertiga, hingga tanpa disadari keberadaan sang matahari sudah semakin meninggi dan semakin memancarkan teriknya. Bersamaan dengan itu, azan dzuhur pun berkumandang dari menara mesjid Agung yang berada disebelah barat aula."Sudah azan dzuhur, kita sholat berjama'ah yuk setelah itu baru makan siang bersama, bagaimana?" ajak Hafizi, aku dan Nadira mengangguk tanda setuju. Kemudian kamipun bersama-sama menuju mesjid untuk menunaikan seruan Illahi.***Selepas hari minggu itu, aku semakin tak dapat melepaskan pikiranku dari bayang-bayang Hafizi yang selalu mengisi ruang kerinduanku. Kelembutannya seolah bermain diantara syair-syair syahdu bernada cinta. Semakin lama, semakin dalam aku terjerat oleh perasaanku sendiri. Semakin aku mengenalnya, semakin aku tak mampu menjauh dari bayangannya. Sadar bahwa aku tak mungkin egois terhadap cinta ini, karena ku tahu di luar sana pun banyak gadis yang juga terperangkap dalam kesehajaan sikap seorang Hafizi, lalu akupun memilih untuk tetap menyimpan cinta ini dalam genggaman Sang Illahi."Perkenalan yang tanpa disengaja dalam dunia maya akhirnya menghadirkan pertemanan di alam nyata, mengenalmu merupakan suatu kebahagiaan yang teramat mendalam bagiku, bahkan mungkin harus kukatakan bahwa ini adalah anugerah terindah dalam hidupku. Di dalam maya kau mampu membuatku jatuh cinta, dan kemudian dalam nyatapun kau membuatku jatuh lebih dalam lagi." Aku tersenyum sendiri membaca tulisan yang baru saja tergores di kertas jingga itu. Entah sampai kapan goresan itu kan tetap tersimpan dalam binder cantikku, seperti cinta yang selalu tersimpan dalam bingkai hatiku, untuk Hafizi. (vie)

V_2198

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syukron sudah meninggalkan pesan di blog ini. ^_^